assalamualaikum..
kisah ini saya dapat dari facebook,so bawak ke blog saya sebab nak share ngan kengkawan semua,hehe. ade ke kawan pun kat sini? erk! inshaa ALLAH..
ok jum sama-sama baca,tak rugi pun luang masa 10 minit nak baca.. baginda kan nabi kita. baginda lagi tak penah lupa kita,sampai ke akhirat sana nun,subhanallah!! sebelum tu selawat dulu,allahumma solli ala muhammad.. ok bismillah.. selamat membaca! :)
Siapakah
khadijah?
Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan
budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada
umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal
kepada pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan
perniagaannya ke luar negeri.
Banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin
berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak
ada yang berkenan di hatinya.
Bermimpi melihat matahari turun kerumahnya
Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit, masuk ke dalam
rumahnya serta memancarkan sinarnya merata kesemua tempat sehingga tiada sebuah
rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya.
Mimpi itu diceritakan kepada sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal. Dia
seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli
tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas
dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.
Waraqah berkata: “Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak
dengan seorang Nabi akhir zaman.” “Nabi itu berasal dari negeri mana?” tanya
Khadijah bersungguh-sungguh. “Dari kota Makkah ini!” ujar Waraqah singkat.
“Dari suku mana?” “Dari suku Quraisy juga.” Khadijah bertanya lebih jauh: “Dari
keluarga mana?” “Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat,” kata Waraqah
dengan nada menghibur. Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar
meneruskan pertanyaan terakhir: “Siapakah nama bakal orang agung itu, hai
sepupuku?” Orang tua itu mempertegas: “Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal
suamimu!”
Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum
pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah
senantiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang
pemimpin itu.
Lamaran dari khadijah kepada Rasulullah s.a.w
Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata
Khadijah: “Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu!” (Suaranya ramah, bernada
dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu harga dirinya)
Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi
pasti.
Muhammad SAW: “Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bagianku dalam rombongan
niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak
saudaranya yang yatim piatu”
(Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh
ketakjuban)
Khadijah: “Oh, itukah….! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa-apa
bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,”. “Tetapi biarlah, nanti
saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu”.(Ia berhenti sejenak,
meneliti).
Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandung isyarat
Khadijah: “Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab.
Orangnya baik, kaya, diinginkan oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar
Arab dan asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah aku hendak membawamu”.
khadijah (Khadijah tertunduk lalu melanjutkan): “Tetapi sayang, ada aibnya…!
Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mau, maka dia akan menjadi
pengkhidmat dan pengabdi kepadamu”.
Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku
dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan, yang lainnya
tak tahu apa yang mau dijawab. Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang
terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran
Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa
kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a.
Rasulullah SAW minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan.
Ia menceritakan kepada Pamannya.
Rasulullah SAW: “Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a.
Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu “anu dan anu….”
Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.
‘Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik
darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim. Katanya:
“Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya”.
‘Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya: “Khadijah, kalau kamu
mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan
kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?”
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata-katanya itu akan
dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati ‘Atiqah:
Khadijah : “Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang
saja kukatakan kepadamu bahwa dirikulah yang kumaksudkan kepada Muhammad SAW.
Kalau ia mau, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak,aku pun berjanji tak
akan bersuami hingga mati”.
Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat ‘Atiqah terdiam. Kedua wanita
bangsawan itu sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius. “Tapi Khadijah,
apakah suara hatimu sudah diketahui oleh sepupumu Waraqah bin Naufal?” tanya
‘Atiqah sambil meneruskan: “Kalau belum cobalah meminta persetujuannya.” “Ia
belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan
perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah
diadakan majlis lamaran”, Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur
siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan karena dialah yang menafsirkan
mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.
‘Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera
menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu
Lahab, Abbas dan Hamzah. Semua riang menyambut hasil pertemuan ‘Atiqah dengan
Khadijah “Itu bagus sekali”, kata Abu Thalib, “tapi kita harus bermusyawarah
dengan Muhammad SAW lebih dulu.”
Khadijah yang cantik
Sebelum diajak bermusyawarah, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima
seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk
menjalin hubungan kekeluargaan. Utusan peribadi Khadijah itu bertanya:
Nafisah : “Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?”
Muhammad SAW menjawab: “Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada.”
Nafisah “Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu
engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan
sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?”
Rasulullah SAW: “Siapakah dia?” tanya Muhammad SAW.
Nafisah : “Khadijah!” Nafisah berterus terang. “Asalkan engkau bersedia,
sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!”
Usaha Nafisah berhasil. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung
menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad SAW
menerimapemberitahuan dari saudara-saudaranya tentang hasil pertemuan dengan
Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang
usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya.
Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan,
cantik, hartawan, budiman. Dan yang utama karena hatinya telah dibukakan Tuhan
untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya. Kalau
dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang
masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli. Maka
diadakanlah majlis yang penuh keindahan itu.
Hadir Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja
dijemput. Abu Thalib dengan resmi meminang Khadijah r.a kepada saudara
sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempoh untuk
berunding dengan wanita yang berkenaan.
Pernikahan Muhammad dengan Khadijah
Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah: “Hai
anak sepupuku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah,
memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula
pertalian kekeluargaannya luas”. “Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak
berharta”, ujar Waraqah. “Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak
memerlukan harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya,”
demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.
Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak
keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua
mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kawin lima ratus dirham. Abu
Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan “Ash-Shiddiq”, sahabat akrab Muhammad
SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir,
yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam
upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi
adalah seorang hartawan dan bangsawan pula.
Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari
Jum’at, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam.
Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah pamannya bernama ‘Amir bin Asad.
Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh
Abu Thalib sebagai berikut: “Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang
menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu
Ma’ad, dari keturunan Mudhar. “Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan
kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan
menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia.
“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang
dengan laki-laki manapun juga, niscaya ia lebih berat dari mereka sekalian.
Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang
akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW,
tuan-tuan sudah mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti
Khuwailid. Dia akan memberikan mas kawin lima ratus dirham yang akan segera
dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa
sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira
(albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat. “Semoga Allah memberkati
pernikahan ini”. Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat
meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan
berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh
mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan
harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.
Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada
suaminya dengan ucapan: “Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari
bangunan-bangunan, rumah-rumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya
adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau
redhai !”
Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan Dia (Allah)
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan”.
(Adh-Dhuhaa: 8)
Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang
sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita.
Dijamin Masuk Syurga
Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam
belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa
kenabian. Ia isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun
wafatnya disebut “Tahun Kesedihan” (‘Aamul Huzni).
Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW. ketika
wahyu pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya. Ketika Rasulullah
SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama yang
disampaikan Jibril ‘alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil
menyaksikan bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama
dapat mengerti makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:
“Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai diri
Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat
kita. “Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Bukankah engkau orang yang
senantiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan? Bukankah engkau
selalu berkata benar? Bukankah engkau senantiasa menyantuni anak yatim piatu,
menghormati tamu dan mengulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan
dan musibah?”
Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan
kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya
dari gangguan kaumnya yang masih ingkar terhadap kebenaran agama Islam,
menangkis segala serangan caci maki yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan
dan hartawan Quraisy. Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus
yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain yaitu, menerima ucapan salam dari
Allah SWT. yang disampaikan oleh malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah SAW.
disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada Khadijah
radiallahu ‘anha serta dihiburnya dengan syurga.
Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa
terbatas. Nabi SAW pernah berkata: “Wanita yang utama dan yang pertama akan
masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW.,
Maryam binti ‘Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir’aun”.
Wanita Terbaik
Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW. terhadap peribadi
Khadijah r.a ialah: “Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah
percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam kebimbanga, dia
telah membenarkan aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan
semua harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan
dia telah melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari
isteri-isteri yang lain”.
Putera-puteri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang: tiga
lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah satu dari
puterinya bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama
sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang dianggap sebagai
keturunan langsung dari Rasulullah SAW.
Perjuangan Khadijah
Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy,
maka di sampingnya berdiri dua orang wanita. Kedua wanita itu berdiri di
belakang da’wah Islamiah, mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada
pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah bin Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh
karena itu Khadijah berhak menjadi wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak
menjadi seperti itu, dia adalah Ummul Mu’minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang
baik bagi mereka yang mengikuti teladannya.
Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau
diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua Hira’. Khadijah
adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon)
kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan
jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan
kebajikan dan jiwanya sarat dengan kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar,
dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan
hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa.”
Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, padahal di hadapan
kita ada “wanita terbaik di dunia,” Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mu’minin
yang setia dan taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di
waktu berkhalwat sebelum diangkat menjadi Nabi dan meneguhkan serta
membenarkannya.
Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu
beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga. Maka Allah SWT
membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan sebaik-baik balasan dan
memberinya kesenangan dan kenikmatan di dalam istananya, sebagaimana yang
diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa hidupnya.
Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :”Wahai, Rasulullah,
inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau
minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya
dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara
yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.” [HR. Bukhari dalam
"Fadhaail Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata:"Keshahihannya
telah disepakati."]
Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai,
orang-orang yang terpedaya oleh dunia ? Sayidah Khadijah r.a. adalah wanita
pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu’min yang orang pertama yang
beriman kepada Allah di bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah r.a. membawa panji
bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia
habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya. Dia berdiri di belakang suami dan
Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi bagi para
wanita.
Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal
kenabian. Ar-Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua di
dalam gunung, lalu menyuruhnya membaca ayat-ayat Kitab yang mulia, sesuai yang
dikehendaki Allah SWT. Kemudian dia menampakkan diri di jalannya, antara langit
dan bumi. Dia tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW
melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju dan tidak mundur. Semua itu terjadi
ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian,
tiada penghibur, teman, pembantu maupun penolong.
Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya.
Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar
dan dilihatnya. Ketika melihatnya, Khadijah berkata :”Dari mana engkau, wahai,
Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu
hingga mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali kepadaku.” Maka Rasulullah SAW
menceritakan kisahnya kepada Khadijah r.a.
Khadijah r.a. berkata :”Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi
Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat
ini.” Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali pe neguhan bagi hatinya,
penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah
mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan,
pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya. Akan tetapi Khadijah
melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan
urusannya. Demikian hendaknya wanita ideal.
Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya. Maka
turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata
kepadanya :”Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda :”Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu dari
Tuhanmu.” Maka Khadijah r.a. menjawab :”Allah yang menurunkan salam (kesejahteraan),
dari-Nya berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga diberikan
salam (kesejahteraan).”
Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di antara
para shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta khulafaur rasyidin.
Hal itu disebabkan sikap Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan lebih
besar daripada semua sikap yang mendukung da’wah itu sesudahnya. Sesungguhnya
Khadijah r.a. merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah
mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat
beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam
menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat
jihad dan menolong- nya dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang
mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia
memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah
mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia.”
[HR. Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]
Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :”Jibril
datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :”Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah
datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia
datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan
kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada
suara ribut di dalamnya dan tiada kepayahan.” [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan
Nabi SAW dengan Khadijah dan Keutamaannya, 1/539]
rujukan:Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah SAW karangan Muhammad Ibrahim
Saliim